Tinjauan Pustaka
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi
Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan, oleh sebab itu dari
sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang
sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas
masing-masing. Yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. (Notoadmodjo, 2012).
2.1.2 Perilaku Menurut Skinner
Perilaku menurut
Skinner merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus, yang
dibedakan menjadi dua:
1.
Perilaku tertutup (covert
behaviour), apabila respons tersebut terjadi dalam diri sendiri, dan
sulit diamati dari luar (orang lain) yang disebut dengan pengetahuan (knowledge)
dan sikap (attitude).
2.
Perilaku Terbuka (Overt behaviour),
apabila respons tersebut dalam bentuk tindakan yang dapat diamati dari luar
(orang lain) yang disebut praktek (practice)
Perilaku adalah kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang dalam rangka pemenuhan keinginan, kehendak, kebutuhan,
nafsu, dan sebagainya. Kegiatan ini mencakup :
1.
Kegiatan kognitif: pengamatan, perhatian,
berfikir yang disebut Pengetahuan
2.
Kegiatan emosi: merasakan, menilai
yang disebut Sikap (afeksi)
3.
Kegiatan konasi: keinginan,
kehendak yang disebut tindakan (practice)
Perilaku kesehatan adalah
suatu respon seseorang (organisme)terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman
serta lingkungan. Dalam konteks pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan dibagi
menjadi dua: Perilaku masyarakat yang dilayani atau menerima pelayanan (consumer),
dan perilaku pemberi pelayanan atau
petugas kesehatan yang melayani (provider) (Notoatmodjo, Soekidjo.
2003).
2.1.3 Dimensi
Perilaku
Dimensi perilaku kesehatan dibagi menjadi dua:
1.
Healthy Behavior yaitu
perilaku orang sehat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan
kesehatan. Disebut juga perilaku preventif (Tindakan atau upaya untuk
mencegah dari sakit dan masalah kesehatan yang lain: kecelakaan) dan promotif
(Tindakan atau kegiatan untuk memelihara dan meningkatkannya kesehatannya)
contoh:
Makan dengan gizi seimbang, Olah raga/kegiatan fisik secara teratur, Tidak
mengkonsumsi makanan/minuman yang mengandung zat adiktif ,
Istirahat cukup, dan rekreasi /mengendalikan stress.
2.
Health
Seeking Behavior yaitu perilaku orang sakit untuk memperoleh
kesembuhan dan pemulihan kesehatannya.
Disebut juga perilaku kuratif dan rehabilitative yang mencakup kegiatan:
Mengenali gejala penyakit , Upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu
dengan mengobati sendiri atau mencari pelayanan (tradisional, profesional),
Patuh terhadap proses penyembuhan dan pemulihan (complientce) atau kepatuhan. Pengukuran
perilaku kesehatan dilakukan pada ketiga domain perilaku kesehatan yaitu:
Pengetahuan, Sikap & Tindakan :
Pengetahuan, yaitu apa yang diketahui oleh responden terkait
dengan kesehatan, misalnya tentang penyakit (penyebab, cara penularan, cara
pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, dan sebagainya.
Pengukuran
pengetahuan bersifat memory recall (apa yang diingat
oleh responden tentang pesan-pesan atau informasi kesehatan, bukan apa pendapat responden. Namun
demikian apa yang diingat atau diketahui oleh responden sulit dibedakan dengan
pendapat responden.
Metode
penelitian dan pengukuran pengetahuan dibedakan menjadi:
1.
Kuantitatif,
terdiri dari: wawancara terstruktur dan angket.
2.
Kualitatif, terdiri dari: Wawancara
terbuka (mendalam) dan diskusi Kelompok Terfokus (DKT).
Sikap, yaitu apa pendapat atau penilaian
responden terhadap hal yang terkait dengan kesehatan. Pengukuran sikap
dirumuskan dalam bentuk pernyataan. Pernyataan haruslah sependek mungkin,
kurang lebih dua puluh kata. Bahasa yang digunakan juga sederhana dan jelas.
Tiap satu pernyataan hanya memiliki satu pemikiran saja. Tidak menggunakan
negatif rangkap. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan:
1. Sikap
merupakan tingkatan afeksi yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan obyek (Thurstone).
2. Sikap
dilihat dari individu yang menghubungkan efek yang positif dengan obyek
(individu menyenangi obyek atau negatif atau tidak menyenangi obyek. (Edward)
3. Sikap
merupakan penilaian dan atau pendapat individu terhadap obyek meliputi setuju - tak setuju, baik - tak baik, menerima - tak menerima,
dan senang - tak senang.
Pendapat
atau penilaian dinyatakan dalam bentuk pernyataan menggunakan skala
Likert, misalnya: Sangat setuju - sangat tak
setuju, baik sekali - sangat tidak
baik, dan sangat menerima - sangat
menolak. Metode pengukuran sikap dilakukan dengan cara wawancara, angket, dan praktek (tindakan)
Pengukuran praktek (tindakan) adalah mengukur praktek,
tindakan, atau kegiatan yang dilakukan oleh responden tentang hal-hal yang
terkait dengan pemeliharaan atau peningkatan kesehatannya, misalnya:
1. Makan,
minum, mandi, buang air besar
2. Berolah raga
3. Upaya-upaya
mencegah penyakit
4. Mencari
penyembuhan waktu sakit, dan sebagainya.
Pengukuran
praktek (tindakan) dilakukan dengan metode:
1.
Langsung , dengan observasi atau mengamati
terhadap perilaku sasaran (responden), dengan menggunakan lembar tilik (check list)
2.
Tidak langsung
a.
Metode recall atau mengingat kembali terhadap apa yang telah dilakukan
responden.
b.
Melalui orang ketiga (orang) lain
yang dekat dengan responden yang ditelitii.
c.
Melalui indikator (hasil perilaku) responden, perilaku personal hygiene
diukur dari kebersihan kuku, rambut, kulit, dan sebagainya.
1.2
Keluarga
1.2.1
Definisi Keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam Sudiharto 2007, definisi
keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. WHO (1969)
menyatakan bahwa, keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Menurut UU No.10
tahun 1992 menyatakan bahwa, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari suami, istri dan anaknya (Setiadi, 2008).
Keluarga
adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk
kebudayaan yang sehat. Dari keluarga ini lah pendidikan kepada individu dimulai
dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga
untuk membangun suatu kebudayaan maka sepantasnya dimulai dari keluarga.
Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga
saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan
akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada disekitarnya atau masyarakat
disekitarnya atau dalam konteks luas berpengaruh terhadap Negara (Setiadi,
2008).
1.2.2
Bentuk - Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut: (Sudiharto,
2007)
1. Keluarga
inti (nuclear family)
Keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang
terdiri dari suami, istri dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun
adopsi.
2. Keluarga
asal (family of origin)
Suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
3. Keluarga
besar (Extended family)
Keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, nenek, kakek, keponakan,
sepupu, bibi, paman dan sebagainya.
4. Keluarga
berantai (social family)
Keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu
kali dan merupakan suatu keluarga inti.
5. Keluarga
duda atau janda
Keluarga yang terbentuk karena percereain atau kematian pasangan yang
dicintai.
6. Keluarga
komposit (composite family)
Keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
7. Keluarga
kohabitasi (cohabitation)
Dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau
tidak.
8. Keluarga
inses (incest family)
Keluarga yang tidak lazim (pekawinan sedarah),
misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak
kandung laki-laki, dan ayah yang menikah dengan anak perempuan tirinya.
9. Keluarga
tradisional dan nontradisional
Keluarga yang dibedakan berdasarkan ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga
nontradisional tidak diikat oleh perkawinan.
1.2.3
Fungsi Keluarga
Dalam
suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan yaitu sebagai
berikut :
1. Fungsi
biologis adalah fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara, dan membesarkan
anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Mubarak, dkk 2009).
2. Fungsi
psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga,
memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan kepribadian
anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga (Mubarak, dkk 2009).
3. Fungsi
sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah
laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan
nilai-nilai budaya (Mubarak, dkk 2009). Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang
mengembagkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak lahir dan
keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi (Setiawati,
2008).
4. Fungsi
ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimana yang
akan datang (Mubarak, dkk 2009).
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga termasuk sandang, pangan dan papan (Setiawati, 2008).
5. Fungsi
pendidikan adalah menyekolahkan anak untuk memberikaan pengetahuan,
keterampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi perannya sebagai orang dewasa serta mendidik anak sesuai dengan
tingkat perkembanganya (Mubarak, dkk 2009).
1.2.4
Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Menurut
Mubarak, dkk (2009), keluarga
dapat melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari
tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai berikut :
1. Mengenal
masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak
boleh diabaikan. Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti.
Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami
oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota
keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua.
Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya,
perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahanya.
2. Membuat
keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan
sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan
tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi.
Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka keluarga
dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.
3. Memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat,
tetapi jika keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau
perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah
memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
4. Mempertahankan
suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan
bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki
waktu yang lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh
karena itu, kondisi rumah harus dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggo ta keluarga.
2.
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang
berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat
berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan masalah
yang dialami anggota keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala
macam penyakit.
1.2.5
Peran Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran merujuk kepada beberapa set
perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan
secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu
(Mubarak,dkk. 2009).
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan
oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat
(Setiadi, 2008).
Menurut Setiadi (2008), setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran
ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap
anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,
pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial
tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelau psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual. Menurut Mubarak, dkk (2009), terdapat dua peran yang mempengaruhi
keluarga yaitu peran formal dan peran informal.
1. Peran
Formal
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga
terkait sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi
peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi
peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu
sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan
istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga
perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara
hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi kebutuhan
afektif dari pasangan), dan peran sosial.
2. Peran
Informal kelurga
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya
tidak tampak, hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau
untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran adapif antara lain :
a. Pendorong
memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan
menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan
membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di
dengarkan.
b. Pengharmonisan
yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota,
penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
c. Inisiator-kontributor
yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat
masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
d. Pendamai
berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan
dengan jalan musyawarah atau damai.
e. Pencari
nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan,
baik material maupun non material anggota keluarganya.
f. Perawaatan
keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika ada
yang sakit.
g. Penghubung
keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan memonitori kemunikasi
dalam keluarga.
h. Poinir
keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah asing mendapat pengalaman
baru.
i. Sahabat,
penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi dan merencanakan
kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat keakraban dan memerangi
kepedihan.
j. Pengikut
dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi hanya
mengamati dan tidak melibatkan dirinya.
1.3
Lansia
1.3.1
Pengertian Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena
usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No23 Tahun
1992 tentang kesehata).Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun1998 tentang lansia sebagai berikut :
1. Lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
2. Lansia
usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
3. Lansia
tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
tergantung pada bantuan orang lain.
2.3.2 Batasan Lansia
1. Pra Usia Lanjut (presenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2.
Usia lanjut
Seorang
yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah tahap perkembangan masa
tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun keatas). Sedangkan lanjut usia
adalah sudah berumur atau tua.
3.Usia
Lanjut Resiko Tinggi
Seseorang
yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan.
4.
Usia Lanjut Potensial
Usia
lanjur yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa.
5.
Usia Lanjut Tidak
Potensial
Usia
lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
1.3.2
Pengertian Proses Menua
Proses menua merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap injury termasuk adanya infeksi. (Paris
Constantinides, 1994).
1.3.3
Teori-teori Proses
Penuaan
1. Teori
Biologis
Penuaan juga menyangkut perubahan
struktur sel, akibat interaksi sel dengan lingkungannya, yang pada akhirnya
menimbulkan perubahan generatif. (Mary ANN Christ et al, 1993). Sedangkan teori
biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan ekstrinsik.
Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab
di dalam sel sendiri, sedang teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang
terjadi diakibatkan pengaruh lingkungan.
Teori biologis dibagi
dalam :
a. Teori
Genetik Clock
Menurut teori ini
menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap
spesies mempunyai di dalam inti selnya suatu jam genetik yang telah diputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi tertentu. Jadi menurut konsep ini bila jam kita ini
berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan
lingkungan atau penyakit.
b.
Teori
Error Catastrophe (Teori Mutasi Somatik)
Menurut
teori ini, menua disebabkan kesalahan yang beruntun dalam jangka waktu yang
lama dalam transkripsi dan translasi. Kesalahan tersebut menyebabkan
terbentuknya enzim yang salah dan berakibat metabolisme yang salah sehingga
mengurangi fungsional sel, walaupun dalam batas-batas tertentu kesalahan dalam
pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan memperbaiki diri terbatas
pada transkripsi yang tentu akan menyebabkan kesalahan sintesis protein atau
enzim yang dapat menimbulkan metabolit berbahaya. Bila terjadi kesalahan pada
translasi maka kesalahan yang terjadi juga semakin banyak.
c. Teori
Auto Imune
Dalam teori ini dijelaskan bahwa, di
dalam proses metabolism tubuh, suatu saat diproduksi zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang pada
usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun.
(Godteris & Brocklehurst, 1989)
d. Teori
Radikal Bebas
Radikal
bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein. Radikal ini menyababkan sel-sel tidak dapat beregenarasi. Di dalam
tubuh yang bersiap merusak, dapat dinetralkan dalam tubuh oleh enzim atau
senyawa non enzim contohnya adalah : vitamin C betakarotin, vitamin E.
2.
Teori “immunology slow
virus” (immunology slow virus theory)
Sistem
imun menjadi kurang efektif dengan berambahnya usia dan masuknya virus kedalam
tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
a.
Teori Stres
Menua terjadi
akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
b.
Teori Rantai silang
Sel-sel yang tua
atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan elastis, kekakuan dan hilangnya fungsi.
c.
Teori Program
Kemampuan
orgasme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
3.
Teori Kejiwaan Sosial
a.
Aktivitas atau kegiatan
1)
Teori aktivitas,
menurut Havighusrst dan Albrecht, 1953 berpendapat bahwa sangat penting bagi
individu usia lanjut untuk tetap aktifitas dan mencapai kepuasan hidup.
2)
Ketentuan akan
meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan
bahwa usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
3)
Ukuran optimum (pola
hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
4)
Mempertahankan hubungan
antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke
lanjut usia.
b.
Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar
kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
c.
Teori pembebasan (disengagement theory)
Salah satu teori
sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah “teori pembebasan atau Disengagement theory”. Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lansia menurun, baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga
sering terjadi kehilangan ganda (Tripple
Loss), yakni ;
1) Kehilangan
peran (Loss of role)
2) Hambatan
kontak sosial (restraction of contact and
relation ships)
3) Berkurangnya
komitmen (to social mores and values).
4. Teori
Psikologi
Teori-teori psikologi dipengaruhi juga oleh biologi dan
sosiologi salah satu teori yang ada. Teori tugas perkembangan, menurut
Hanghurst (1972) setiap individu harus memperhatikan tugas perkembangan yang
spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia dan
sukses.
5. Teori
Kesalahan Genetik
Dari
Afgel berpendapat bahwa proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel
genetik DNA dimana sel genetik memperbanyak diri (ada yang memperbanyak diri
sebelum pembelahan sel) sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan yang
berakibat pula dengan terhambatnya pembentukan sel berikutnya sehingga
mengakibatkan kematian sel. Pada
saat sel mengalami kematian orang akan tampak menjadi tua.
1.3.4
Perubahan-perubahan
yang terjadi akibat proses penuaan
Akibat
perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut
dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbulah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah-masalah yang menyertai lansia yaitu :
1.
Ketidakberdayaan fisik
yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain.
2.
Ketidakpastian ekonomi
sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya.
3.
Membuat teman baru
untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah.
4.
Mengembangkan aktifitas
baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan,
5.
Belajar memperlakukan
anak-anak yang telah tumbuh dewasa.
6.
Berkaitan dengan
perubahan fisik, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar
adalah perubahan gerak.
1.4
Hipertensi
1.4.1
Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah
suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya (Sustrani, 2006).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit
kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin
(Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
1.4.2
Etiologi
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada
orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
1. Elastisitas
dinding aorta menurun
2. Katub
jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
4. Kehilangan
elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat
dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya. Yang kedua hipertensi sekunder, disebabkan kelainan ginjal dan
kelainan kelenjar tiroid. Yang
banyak terjadi adalah hipertensi primer, sekitar 92-94% dari kasus hipertensi. Dengan
kata lain, sebagian besar hipertensi tidak dapat dipastikan penyebabnya
(Marliani, 2007).
1.4.3
Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang
berdiri sendiri, tetapi lebih ser ing dijumpai terkait
dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi
esensial atau hipertensi primer
Yaitu
hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang
terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menunjuk
stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak faktor lain yang mempengaruhi,
dan para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita
hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor-
faktor lain yang dapat dimasukkan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini
adalah lingkungan,dan faktor yang meningkatkan resikonya seperti obesitas, konsumsi
alkohol, dan merokok.
2. Hipertensi
renal atau hipertensi sekunder
Yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada 5-10 persen
kasus sisanya, penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal,
penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan
dengan kehamilan. Garam dapur akan memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor
penyebab.
2.4.4
Patofisiologi
Mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai
pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Rohaendi, 2008).
2.4.5 Klasifikasi Hipertensi
1. Klasifikasi
hipertensi menurut WHO (World Health Organization) dalam Junaidi (2010)
Tabel
2.1 Klasifikasi Hipertensi
Kategori
|
Tekanan
sistolik (mmHg)
|
Tekanan
diastolic (mmHg)
|
Tensi optimal
|
< 120
|
< 80
|
Tensi normal
|
< 130
|
< 85
|
Kategori
|
Tekanan
sistolik (mmHg)
|
Tekanan
diastolic (mmHg)
|
Tensi normal tinggi
|
130 – 139
|
85 – 89
|
Tingkat 1 :
Hipertensi ringan
|
140 – 159
|
90 - 99
|
Subgroup : batas
|
140 – 149
|
90 - 94
|
Tingkat 2 : Hipertensi
sedang
|
160 – 179
|
100 - 109
|
Tingkat 3 :
Hipertensi berat
|
180 – 209
|
110 - 119
|
Hipertensi sistolik
isolasi
|
≥ 140
|
< 90
|
Subgroup : batas
|
140 – 149
|
< 90
|
Tingkat 4 :
hipertensi maligna
|
≥ 210
|
≥ 210
|
Sumber
: WHO (World Health Organization)
dalam Junaidi (2010)
2.4.5
Klasifikasi Hipertensi
menurut Joint National Committee 7 dalam Kuswardhani (2007) adalah :
Tabel
2.2 Klasifikasi Hipertensi
Kategori
|
Sistol (mmHg)
|
Dan/atau
|
Diastole (mmHg)
|
Normal
|
<
120
|
Dan
|
<
180
|
Pre
hipertensi
|
120
– 139
|
Atau
|
80
– 89
|
Hipertensi
tahap 1
|
140
– 159
|
Atau
|
90
– 99
|
Hipertensi
tahap 2
|
≥
160
|
Atau
|
≥
100
|
Sumber : Joint National Committee 7 dalam Kuswardhani (2007)
2.4.6 Gejala Hipertensi
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena
hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah
diamati antara lain yaitu : Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, sering
gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung,
sukar tidur, sesak napas, dan mudah lelah.
2.4.7
Faktor Resiko Yang
Mempengaruhi Hipertensi
Menurut
Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara
lain:
1. Faktor
Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:
a. Jenis
kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari
setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini
dkk, 2009). Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun,
sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal
ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani,
2007).
b. Umur
Semakin
tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih
tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih
muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini
disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis
obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi
pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50
tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Menurut Hanns Peter (2009), mengemukakan bahwa kondisi
yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan
arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar
50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan
bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi
c. Keturunan
(Genetik)
Adanya
faktor genetik pada keluarga tertentu
akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal
ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya
rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009).
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).
Menurut Rohaendi
(2008), mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam
keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan
darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya
selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka
peluang anda untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.
2.
Faktor Resiko Yang
Dapat Dikontrol:
a.
Obesitas
Pada
usia pertengahan (+ 50 tahun) dan dewasa lanjut asupan kalori sehingga
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya
berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok
lansia karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis,
jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Untuk
mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapatdilakukan dengan
mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang kemudian disebut dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
IMT berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
Obesitas beresiko
terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut
obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT).
BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan gambaran tentang resiko
kesehatan yang berhubungan dengan berat badan. Marliani juga mengemukakan bahwa
penderita hipertensi sebagian besar mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak
menutup kemungkinan orang yang berat badanya normal (tidak obesitas) dapat
menderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita
hipertensi yang obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan berat badannya
normal. (Marliani,2007).
b. Kurang
olahraga
Olahraga
banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi
terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan
darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang
tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan
sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat
bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan
darah tinggi, jantung atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak
menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health Science kelompok
laki-laki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang
beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri (Rohaendi, 2008).
c. Kebiasaan
Merokok
Merokok
menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan
peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri
renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh
dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap
28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak
merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus
diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini
yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
d. Mengkonsumsi
garam berlebih
Badan
kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar yodium
yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram yodium
atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. (Wolff, 2008).
e. Minum
alkohol
Banyak
penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk
salah satu faktor resiko hipertensi
(Marliani, 2007).
f. Minum
kopi
Faktor
kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg
kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan
darah 5 -10 mmHg.
g. Stress
Hubungan
antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009) menagatakan
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal
2.4.8
Komplikasi Hipertensi
Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi
membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding
pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko
penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kali dibanding
dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.
Hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah
jantung, gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa
hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi
kognitif dan intelektual dan yang paling parah adalah efek jangka panjangnya
yaitu kematian mendadak.
1. Penyakit
jantung koroner dan arteri
Ketika
usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras,
terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan
kondisi arteri yang mengeras ini.
2. Payah
jantung
Payah
jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu
lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan
otot jantung atau system listrik jantung.
3. Stroke
Hipertensi
adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah.
Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak
yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari
gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.
4. Kerusakan
ginjal
Hipertensi
dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang
berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut,
ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal
ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
5. Kerusakan
penglihatan
Hipertensi
dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata
menjadi kabur atau kebutaan.
2.5
Diet
Hipertensi
Diet hipertensi merupakan pengurangan konsumsi
natrium, tinggi serat, kolesterol, agar penurunan tekanan darah lebih optimal.
Yang dimaksud diet ini adalah memperbanyak konsumsi buah-buahan, sayuran,
biji-bijian, dan produk susu rendah lemak untuk menurunkan tekanan darah. Makanan
yang dikonsumsi pun lebih kaya serat dan mineral yang bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah (kalium, magnesium, dan kalsium). Kalium bekerja
mengatur keseimbangan jumlah natrium dalm sel. Kalsium dan magnesium bermanfaat
secara tidak langsung untuk membantu mengendalikan hipertensi (Budi Sutomo,
2009). Gizi atau nutrisi dikenal masyarakat umum sebagai suatu ilmu yang
berkecimpung dalam hal masalah atau makanan, padahal sebenarnya gizi bukan
hanya sekedar mengatasi perihal makanan namun hubungan antara makanan dengan
kesehatan (Gunawan A, 2001).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kekurangan
nutrisi adalah alasan ekonomi, pendidikan, status sosial, anatomi fisiologi
pencernaan dan status psikologi. Dalam
hal ini, pengkajian nutrisi pada penderita hipertensi meliputi pengkajian berat
badan dan pola makan (Nurachmah, 2001). Faktor gizi yang sangat berhubungan
dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa mekanisme. Aterosklerosis
merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang berhubungan dengan diet
seseorang, walaupun faktor usia juga berperan, karena pada usia lanjut (usila)
pembuluh darah cenderung menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang.Pembuluh
yang mengalami sklerosis (aterosklerosis), resistensi dinding pembuluh darah
tersebut akan meningkat. Hal ini akan memicu jantung untuk meningkatkan
denyutnya agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian tubuh.
Menurut C.Linder, masih menjadi perdebatan kontroversi
tentang pengaruh faktor diet dan cara hidup tehadap terjadinya aterosklerosis. Namun
dari beberapa kecenderungan menyatakan bahwa:
1. Terjadinya
plak (Plaque) aterosklerosis merupakan suatu respon dari cidera pada dinding
ateri terhadap kerusakan yang dibentuk oleh lapisan epitel. Plaque tersebut
menonjol kearah lumen dan menyebabkan pengurangan aliran darah dan elastisitas
pembuluh darah. Ini akan menyebabkan terbentuknya trombus yang oklusif
(pembekuan) dan dapat menyebabkan stroke.
2. Serat
makanan, dan beberapa mikronatrium lainya (vitamin dan mineral) mungkin penting
dalam pencegahan jangka panjang atau memperlambat aterosklerosis. Selain itu
konsumsi tinggi kolesterol dan lemak yang memicu terjadinya aterosklerosis.
Lemak jenuh adalah penentuan utama peningkatan kadar kolesterol, sehigga
dianjurkan untuk menurunkan asupan lemak jenuh <10% asupan total energi
dengan membatasi asupan makanan kaya asam lemak jenuh (susu tinggi lemak dan
produknya, daging berlemak serta daging kelapa). Pada orang dengan kadar
kolesterol LDL tinggi atau dengan penyakit kardio vaskuler, lemak jenuhnya harus
rendah (<7% total energi).
Faktor-faktor
penyebab cenderungnya dinding pembuluh darah antara lain cedera mekanis, panas
atau dingin, zat-zat kimia, virus, homosistein dan kolesterol. Pada penderita
kelebihan berat badan (obesitas) umumnya memiliki kadar lipid darah yang
tinggi, makin besar cadangan lemak tubuhnya, makin tinggi kadar lipid darahnya
dan sebaliknya. Selain itu lipid memiliki efek metabolisme yang dapat
menyebabkan hipertensi (BKM, 2001). Penelitian Flamingham cit BKM (2001)
menunjukkan bahwa orang yang obsitas (kelebihan 20% dari berat badan normal
akan mengalami peluang hipertensi 10 kali lebih besar).
2.6
Faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada
lansia
2.6.1
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk mengubah
perilaku seseorang yang disengaja. Menurut teori Sigmund Freud, salah satu
aspek perkembangan manusia adalah perkembangan kognitif. Hal ini merujuk pada
proses internal dari produk pikiran manusia yang mengarah pada konsep mengetahui
termasuk di dalamnya semua aktifitas mental seperti mengingat, menghubungkan,
mengklasifikasi, memberi simbol, mengimajinasi, pemecahan masalah, penalaran
persepsi, berkreasi, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang baru
dan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indra yang dimilikinya (Notoadmojo,2010 & Effendi,1998).
Pada penelitian Badriah,
Arifin, dan Majmumah (2013) tentang pengetahuan keluarga tentang perawatan
hipertensi lansia di wilayah kerja Puskesmas Tamansari menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara perilaku keluarga dengan pengetahuan yaitu
keluarga memiliki pengetahuan yang cukup baik sebanyak 22 orang (55%) dari 40
orang responden mampu menjawab kuisioner dengan persentasi nilai pada kategorik
cukup baik.
2.6.2
Sikap
Secara
definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan berfikir yang disiapkan
untuk memberikan tanggapan terhadap suatu obyek yang diorganisasikan melalui
pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik
/ tindakan (Notoatmodjo, 2003). Sikap seseorang adalah predisposisi untuk
memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai dan
membimbing tingkah laku orang tersebut. Newcomb
(1998) menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku.
2.6.3 Umur
Dengan
bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan
psikologis (mental). Seiring bertambahnya usia, kita semua semakin beresiko
menderita tekanan darah tinggi. Karena semakin kita bertambah tua, elastisitas
pembuluh darah kita juga berkurang sehingga cenderung mengalami penyempitan
pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah pun meningkat. Namun usia yang semakin
tua pun tekanan darah dapat dikendalikan dengan tetap menjaga pola asupan
makan, rajin berolahraga dan melakukan pemeriksaan rutin tekanan darah.
Nursalam (2002)
menyatakan bahwa seiring
bertambahnya usia, seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan
psikologis (mental), tingkat
kematangan dan kemampuan
seseorang dalam berpikir akan lebih baik. Semakin bertambah usia
seseorang, pengalaman hidupnya pun akan semakin bertambah.
2.6.4
Jenis Kelamin
Menurut
Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Perbedaan biologis dan fungsi
biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya,
dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras. Pria di
dalam populasi umum memiliki angka diastolik tertinggi pada tekanan darahnya
dibandingkan dengan wanita pada semua usia dan juga pria memiliki angka
prevalensi tertinggi untuk terjadinya hipertensi. Walau pria memiliki insiden
tertinggi kasus kardiovaskular pada semua usia, hipertensi pada pria dan wanita
dapat menyebabkan stroke, pembesaran ventrikel kiri, dan disfungsi ginjal. Hipertensi terutama mempengaruhi wanita karena faktor
resikonya dapat di modifikasi dan hipertensi sering terjadi pada wanita tua
(Sanif, 2009).
Jenis
kelamin berkaitan dengan
peran kehidupan dan
perilaku yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat. Dalam
menjaga kesehatan biasanya kaum
perempuan lebih menjaga
kesehatannya dibanding laki-laki
(Novian, 2013).
2.6.5
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses
ilmiah yang terjadi pada manusia. Menurut Dictionary
of Education, pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat
dan kebudayaan. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan
pendidikan nonformal.
Pendidikan formal mempunyai sumbangan yang sangat berharga bagi perubahan
dalam masyarakat, dapat memajukan masyarakat dan pembangunan. Sedangkan
pendidikan nonformal dapat diperoleh anggota keluarga dan masyarakat sepanjang
hayat baik di lingkungan keluarga maupun dilingkungan masyarakat sekitar. (Soedijarto,
2000).
Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan peminatan kesehatan, tinggi
rendahnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan dapat ditentukan oleh tinggi
rendahnya pendidikan. Indikatornya adalah pendidikan terakhir, berpendidikan
rendah tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan dan tahu manfaat pelayanan
kesehatan. (Syaer, 2010).
Penelitian Badriah, Arifin,
dan Majmumah (2013) menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden
adalah tamatan SD (57,5), akan tetapi tingkat pengetahuannya cukup baik. Hasil
tersebut selaras dengan Notoatmodjo (2007) yang mengungkapkan bahwa tingkat
pengetahuan tidak sepenuhnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan. Hal
ini disebabkan karena pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pendidikan
formal, akan tetapi dapat pula didapatkan dari pendidikan informal, seperti
pengalaman dan pergaulan di masyarakat.
2.6.6
Fasilitas
dan sarana kesehatan
Upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan
kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada
umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan kesehatan primer
(primary care) merupakan sarana yang paling dekat dengan masyarakat. Misalnya
Puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta dan sebagainya; sarana
pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care) merupakan sarana pelayanan
kesehatan yang menangani kasus yang tidak atau belum ditangani oleh sarana
kesehatan primer karena peralatan atau keahlian belum ada, sarana pemeliharaan
kesehatan tingkat tiga (tertiary care) merupakan sarana pelayanan kesehatan
rujukan bagi kasus-kasus yang tidak ditangani oleh sarana pelayanan kesehatan
primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya Rumah sakit propinsi, rumah
sakit tipe B dan tipe A (Notoatmodjo, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar