Senin, 01 Desember 2014

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Secara alamiah proses penuaan mengakibatkan kemunduran kemampuan fisik dan mental. Umumnya, lebih banyak gangguan organ tubuh yang dikeluhkan oleh lansia dan penyakit kronis. Salah satu penyakit kronis adalah hipertensi (Meiner, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2001). Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang berlanjut pada suatu kerusakan organ tubuh yang lebih berat dan bahkan bisa terjadi komplikasi (Depkes RI, 2009).

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002).

         Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH) dalam Nawi, Arsunan, dan Jallo (2006), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya. Pada tahun 2025 diperkirakan, kejadian hipertensi terutama di negara berkembang akan mengalami kenaikan sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun 2000, yaitu menjadi 1,15 milyar kasus, prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, Amalia, dan Amirudin, 2007).

Berdasarkan laporan Riskesdas 2007 (Depkes RI, 2008), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Angka ini cukup tinggi dan bila tidak mendapat pengobatan akan berakhir dengan kematian akibat serangan jantung, stroke, dan gagal ginjal itu sebabnya penyakit hipertensi sering disebut the silent killer, karena hipertensi sebagai penyakit pembunuh diam-diam, maka satu-satunya cara adalah melakukan pencegahan dan penanggulangan terjadinya hipertensi.

Menurut laporan Riskesdas pada tahun 2013 penyakit hipertensi terjadi penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013.

Menurut Aditama (2012), bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah merekomendasikan agar memusatkan penanggulangan hipertensi melalui tiga komponen utama yaitu surveilans faktor risiko, promosi kesehatan, dan pencegahan serta inovasi dan reformasi manajemen pelayanan kesehatan (Puspitorini, 2008).

Pola gaya hidup seseorang, mempunyai peranan  yang sangat penting dalam terjadinya penyakit hipertensi. Faktor ketidakseimbangan makanan, baik kualitas maupun kuantitasnya akibat gaya hidup seseorang merupakan faktor terjadinya resiko penyakit degeneratif termasuk hipertensi. Pola konsumsi yang salah seperti banyak makan dengan pemilihan menu makan yang banyak mengandung lemak, kolesterol hal itu merupakan kebiasaan yang buruk dilakukan di rumah, restoran, pertemuan-pertemuan, maupun di pesta. Perilaku demikian dapat berakibat terjadinya penumpukan lemak dan kolesterol tubuh yang merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi (Nurochmah, 2001).

Diet hipertensi ini dapat dilakukan dengan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh dengan menggunakan ukuran sekitar satu sendok teh garam per hari dan memperbanyak konsumsi serat karena serat dapat memperlancar buang air besar dan mengurangi asupan natrium. Diet juga dilakukan dengan menghentikan kebiasaan buruk seperti minum minuman alkohol dan kopi yang dapat memacu detak jantung, selain itu, memperbanyak asupan kalium karena kalium dapat membantu mengatasi kelebihan natrium pada penderita hipertensi terutama pada lanjut usia (Yekti, 2011).

Duvall (1977) mengemukakan  bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran, yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota. Menurut Bailon dan Maglaya (1978) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya, menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Supartini, 2004).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Masalah kesehatan anggota keluarga saling terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan berhubungan dengan pelaksanaan dari fungsi-fungsi keluarga tersebut. Masa lanjut usia sering dikatakan identik dengan menurunnya kemampuan-kemampuan manusia, seperti kognitif, fungsi-fungsi inderawi, kehidupan yang tidak bahagia dan berarti, serta meningkatnya keluhan-keluhan dan penyakit-penyakit fisik maupun mental. Sebagian lansia pun mengalami keputusasaan dalam menjalani masa tuanya, selain itu faktor-faktor eksternal berupa perubahan-perubahan pada tingkat demografi, lingkungan dan sosial pun dapat menempatkan lansia pada posisi yang sulit.

Keluarga, sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat, merupakan lingkaran spesial terdekat dan merupakan sumber utama dari dukungan sosial yang dimiliki lansia walaupun demikian, bagi anak yang harus menjaga dan mengurus orang tua yang sudah lansia tidaklah mudah, dan sering kali menimbulkan kecemasan dan tekanan. Ada dua sumber tekanan bagi keluarga yang harus mengurus lansia. Pertama, kesulitan menghadapi kenyataan menurunnya kemampuan orang tua, terutama bila melibatkan penurunan kemampuan kognitifnya. Bila keluarga tidak memahami penyebab-penyebab, ketidaktahuan ini akan menimbulkan kecemasan, ambivalensi, serta sikap antagonis terhadap orang tua yang sudah lansia.

Kedua, bila situasi membuat lansia merasa terkungkung, atau sampai menganggu peran serta tanggung jawab anak (misalnya sebagai istri/suami, orang tua, karyawan), maka akan menimbulkan perasaan marah dan rasa bersalah, di samping kecemasan dan depresi, baik bagi lansia itu sendiri maupun anak atau keluarga yang mengurusnya (Tatiana, 2009)

Peran keluarga dalam mendukung kehidupan para lansia antara lain belajar memahami dan mencari tahu masalah fisik dan mental yang dihadapi atau dialami lansia melalui berbagai macam media informasi maupun dari para ahli. Bagaimana interaksi antara lansia dan anak-anaknya yang sudah dewasa sangat ditentukan oleh kualitas hubungan mereka di masa lalu. Untuk menghindari timbulnya atau mengatasi konflik berkaitan dengan pengasuhan orang tua lansia, semua anggota keluarga seharusnya berupaya untuk menjalin komunikasi secara terbuka dan jujur (Kalyana, 2010).

Keluarga memiliki peran penting terhadap diet hipertensi yang terjadi pada lansia adapun peran-peran tersebut sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menangani pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga yg menderita hipertensi. Keluarga berperan sebagai penyedia fasilitas untuk mendukung pasien hipertensi dalam menjalani diet rendah garam seperti menyiapkan makanan untuk keluarga yang menderita hipertensi dan menyiapkan fasilitas lainnya saat menjalani diet rendah garam sesuai anjuran dari petugas kesehatan.

Keluarga berperan sebagai pendukung bagi penderita hipertensi, keluarga dan penderita hipertensi harus bekerja sama agar penderita hipertensi patuh menjalani diet rendah garam agar tekanan darah penderita hipertensi dapat terkontrol dengan baik. Perlu dipahami pula bahwa keluarga memiliki struktur peran yang membuat penderita hipertensi mampu mengubah perilaku yang mendukung kesehatan mereka dalam menjalani diet hipertensi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur.

1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang pemberian diet hipertensi pada pasien lansia?
2. Bagaimana peran keluarga bagi pasien penderita diet hipertensi?
3. Bagaimana sebenarnya perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada lansia yang berguna untuk membantu meningkatkan kualitas hidup lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur”.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangsih secara ilmiah dalam ruang lingkup dunia keperawatan dan kesehatan mengenai pentingnya peran keluarga dalam pemberian diet hipertensi kepada pasien lansia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur, yang diharapkan mampu untuk saling memberikan informasi dan solusi bagi para keluarga, apabila salah satu dari anggota keluarga mereka terkena penyakit hipertensi pada usia lanjut.


1 komentar:

  1. VICCUL-RU - Aftershokz Titanium Razor Blades - titanium-arts.com
    and they are a really titanium mountain bikes great combination of unique titanium bike frame and titanium dog teeth implants unique designs and the quality nano titanium flat iron is just titanium necklace outstanding.

    BalasHapus