BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan
tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian
mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima
keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000)
sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia)
adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu
yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan
itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea,
2005).
Secara alamiah proses penuaan mengakibatkan kemunduran
kemampuan fisik dan mental. Umumnya, lebih banyak gangguan organ tubuh yang
dikeluhkan oleh lansia dan penyakit kronis. Salah satu penyakit kronis adalah
hipertensi (Meiner, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg (Smeltzer dan Bare, 2001). Hipertensi atau sering disebut dengan darah
tinggi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang
berlanjut pada suatu kerusakan organ tubuh yang lebih berat dan bahkan bisa
terjadi komplikasi (Depkes RI, 2009).
Hipertensi atau penyakit darah
tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer),
karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya
lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).
Hipertensi
adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat
memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi
tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002).
Penyakit
hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh meningkatnya
tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami
penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan
Nurlaela, 2009).
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH) dalam Nawi, Arsunan,
dan Jallo (2006), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh
dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya. Pada tahun 2025
diperkirakan, kejadian hipertensi terutama di negara berkembang akan mengalami
kenaikan sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun 2000, yaitu menjadi 1,15
milyar kasus, prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan
pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, Amalia, dan Amirudin, 2007).
Berdasarkan laporan Riskesdas 2007 (Depkes RI, 2008),
prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Angka ini cukup tinggi dan
bila tidak mendapat pengobatan akan berakhir dengan kematian akibat serangan
jantung, stroke, dan gagal ginjal itu sebabnya penyakit hipertensi sering
disebut the silent killer, karena
hipertensi sebagai penyakit pembunuh diam-diam, maka satu-satunya cara adalah
melakukan pencegahan dan penanggulangan terjadinya hipertensi.
Menurut laporan Riskesdas pada tahun 2013 penyakit
hipertensi terjadi penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Asumsi
terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang
berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke
fasilitas kesehatan. Peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara
dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013.
Menurut Aditama (2012), bahwa upaya pencegahan dan
penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan
perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
juga telah merekomendasikan agar memusatkan penanggulangan hipertensi melalui
tiga komponen utama yaitu surveilans
faktor risiko, promosi kesehatan, dan pencegahan serta inovasi dan reformasi
manajemen pelayanan kesehatan (Puspitorini, 2008).
Pola gaya hidup seseorang, mempunyai peranan yang sangat penting dalam terjadinya penyakit
hipertensi. Faktor ketidakseimbangan makanan, baik kualitas maupun kuantitasnya
akibat gaya hidup seseorang merupakan faktor terjadinya resiko penyakit
degeneratif termasuk hipertensi. Pola konsumsi yang salah seperti banyak makan
dengan pemilihan menu makan yang banyak mengandung lemak, kolesterol hal itu
merupakan kebiasaan yang buruk dilakukan di rumah, restoran,
pertemuan-pertemuan, maupun di pesta. Perilaku demikian dapat berakibat
terjadinya penumpukan lemak dan kolesterol tubuh yang merupakan faktor risiko
terjadinya hipertensi (Nurochmah, 2001).
Diet hipertensi ini dapat dilakukan dengan
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh dengan menggunakan ukuran sekitar satu
sendok teh garam per hari dan memperbanyak konsumsi serat karena serat dapat
memperlancar buang air besar dan mengurangi asupan natrium. Diet juga dilakukan
dengan menghentikan kebiasaan buruk seperti minum minuman alkohol dan kopi yang
dapat memacu detak jantung, selain itu, memperbanyak asupan kalium karena
kalium dapat membantu mengatasi kelebihan natrium pada penderita hipertensi
terutama pada lanjut usia (Yekti, 2011).
Duvall
(1977) mengemukakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran, yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota. Menurut Bailon dan Maglaya
(1978) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebagai dua atau lebih individu yang
berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan, atau adopsi, hidup dalam
satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya, menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya (Supartini, 2004).
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat. Masalah kesehatan anggota keluarga saling
terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu anggota
keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan berhubungan dengan pelaksanaan
dari fungsi-fungsi keluarga tersebut. Masa lanjut usia sering dikatakan identik dengan menurunnya
kemampuan-kemampuan manusia, seperti kognitif, fungsi-fungsi inderawi, kehidupan
yang tidak bahagia dan berarti, serta meningkatnya keluhan-keluhan dan
penyakit-penyakit fisik maupun mental. Sebagian lansia pun mengalami
keputusasaan dalam menjalani masa tuanya, selain itu faktor-faktor eksternal
berupa perubahan-perubahan pada tingkat demografi, lingkungan dan sosial pun
dapat menempatkan lansia pada posisi yang sulit.
Keluarga, sebagai bagian
dari suatu komunitas masyarakat, merupakan lingkaran spesial terdekat dan
merupakan sumber utama dari dukungan sosial yang dimiliki lansia walaupun
demikian, bagi anak yang harus menjaga dan mengurus orang tua yang sudah lansia
tidaklah mudah, dan sering kali menimbulkan kecemasan dan tekanan. Ada dua
sumber tekanan bagi keluarga yang harus mengurus lansia. Pertama, kesulitan
menghadapi kenyataan menurunnya kemampuan orang tua, terutama bila melibatkan
penurunan kemampuan kognitifnya. Bila keluarga tidak memahami
penyebab-penyebab, ketidaktahuan ini akan menimbulkan kecemasan, ambivalensi,
serta sikap antagonis terhadap orang tua yang sudah lansia.
Kedua, bila situasi membuat
lansia merasa terkungkung, atau sampai menganggu peran serta tanggung jawab
anak (misalnya sebagai istri/suami, orang tua, karyawan), maka akan menimbulkan
perasaan marah dan rasa bersalah, di samping kecemasan dan depresi, baik bagi
lansia itu sendiri maupun anak atau keluarga yang mengurusnya (Tatiana, 2009)
Peran keluarga dalam
mendukung kehidupan para lansia antara lain belajar memahami dan mencari tahu
masalah fisik dan mental yang dihadapi atau dialami lansia melalui berbagai
macam media informasi maupun dari para ahli. Bagaimana interaksi antara lansia
dan anak-anaknya yang sudah dewasa sangat ditentukan oleh kualitas hubungan
mereka di masa lalu. Untuk menghindari timbulnya atau mengatasi konflik
berkaitan dengan pengasuhan orang tua lansia, semua anggota keluarga seharusnya
berupaya untuk menjalin komunikasi secara terbuka dan jujur (Kalyana, 2010).
Keluarga memiliki peran penting
terhadap diet hipertensi yang terjadi pada lansia adapun peran-peran tersebut sebagai
sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menangani pemecahan masalah dan
sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga yg menderita
hipertensi. Keluarga
berperan sebagai penyedia fasilitas untuk mendukung pasien hipertensi dalam
menjalani diet rendah garam seperti menyiapkan makanan untuk keluarga yang
menderita hipertensi dan menyiapkan fasilitas lainnya saat menjalani diet
rendah garam sesuai anjuran dari petugas kesehatan.
Keluarga berperan sebagai
pendukung bagi penderita hipertensi, keluarga dan penderita hipertensi harus
bekerja sama agar penderita hipertensi patuh menjalani diet rendah garam agar
tekanan darah penderita hipertensi dapat terkontrol dengan baik. Perlu dipahami
pula bahwa keluarga memiliki struktur peran yang membuat penderita hipertensi
mampu mengubah perilaku yang mendukung kesehatan mereka dalam menjalani diet
hipertensi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada lansia di
kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur.
1.2
Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang pemberian
diet hipertensi pada pasien
lansia?
2. Bagaimana peran
keluarga bagi pasien
penderita diet hipertensi?
3. Bagaimana sebenarnya perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada lansia yang berguna
untuk membantu meningkatkan kualitas hidup lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui “faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku keluarga dalam pemberian diet
hipertensi pada lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur”.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangsih secara ilmiah dalam ruang
lingkup dunia keperawatan dan kesehatan mengenai pentingnya peran keluarga
dalam pemberian diet hipertensi kepada pasien lansia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku keluarga dalam pemberian diet hipertensi pada
lansia di kampung Dukuh Kramat Jati Jakarta Timur, yang diharapkan mampu untuk
saling memberikan informasi dan solusi bagi para keluarga, apabila salah satu
dari anggota keluarga mereka terkena penyakit hipertensi pada usia lanjut.
VICCUL-RU - Aftershokz Titanium Razor Blades - titanium-arts.com
BalasHapusand they are a really titanium mountain bikes great combination of unique titanium bike frame and titanium dog teeth implants unique designs and the quality nano titanium flat iron is just titanium necklace outstanding.